REKOMENDASI PENGENDALIAN OPT TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

| Kamis, 05 Juli 2012

1. Kewaspadaan Terhadap Hama Penggerek Batang Padi



Perkembangan hama penggerek batang padi kali ini sangat melesat, hal ini dikarenakan hasil penelitian di Istalasi PPOPT Cianjur ditemukan penerbangan imago hama penggerek batang padi (Scirpophaga spp.). Keadaan tersebut diperkirakan akan terjadi serangan hama penggerek batang padi pada pertanamn padi MH II. Melihat keadaan tersebut, maka perlu kewaspadan agar tidak terjadi serangan hama penggerek batang padi, maka untuk mengamankan pertanaman padi MH II perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengantisipasi serangan hama tersebut antara lain: 1. Gerakan pengumpulan kelompok telur hama penggerek batang padi (Scirpophaga spp.) di persemaian, kemudian dipelihara (dimasukan) ke dalam bumbung bambu, bila yang menetas larva akan mati, sedangkan bila yang menetas parasitoid telur maka akan lepas ke lapangan.2. Melakukan eradikasi selektif (pencabutan) tanaman terserang penggerek batang padi. 3. Penggunaan pestisida efektif yang diijinkan bila serangan penggerek batang padi pada fase vegetatif (berupa sundep) mencapai lebih dari atau sama dengan 10%. Insektisida efektif yang dianjurkan diantaranya yang berbahan aktif: Bensustaf, Karbofuran, Amitraz, Fifronil, dan Dimohipo.
 Upaya yang Dilakukan dalam Mengendalikan OPT Penggerek Batang Padi : Pengolahan lahan dan tanah untuk persemaian dilakukan bersamaaan agar ulat yang masih terdapat dalam tunggul jerami terbunuh. penundaan waktu sebar benih setelah puncak penerbangan selesai, pengumpulan kelompok telur dan tempatkan pada bumbung parasitoid kalau tidak  memungkinkan di bunuh saja. pengaturan air di persemaian setinggi 2-5 cm. penangkapan ngengat dengan lampu yang di pasang secara serempak  di atas bak berisi air dan oli bekas (perbandingan 80:1). pemasangan pias Trichogramma sp saat terjadi awal penerbangan ngengat di persemaian sebanyak 5 pias per 500m2. pemasangan pias Trichogramma sp saat ditemukan < 0,3 kelompok telur PBP per m2 pertanaman sebnayak 16 pias per hektar. penggunaan insektisida terdaftar dan diizinkan secara "spot treatment" ( hanya di tempat serangan apabila di temukan kelompok telur > 0,3 kelompok telur per m2 dan atau gejala sundep > 6%.
 (Sumber informasi rekomendasi Instalasi PPOPT Cianjur dan Indramayu, dan foto https://encrypted-tbn1.google.com/images).

Pengendalian Penggerek Batang Padi Kuning PBPK (Scirpophaga incertulas, Walker) merupakan salah satu hama utama pada tanaman padi. Jenis tersebut penyebarnnya paling luas di Indonesia, dapat menyebabkan kerusakan dan kehilangan hasil serta dapat mengganggu produksi di daerah serangan. Waspadai adanya ngengat (kupu berwarna kuning jerami dengan tanda titik hitam pada sayapnya) dan kelompok telur sejak dipesemaian. Ulat penggerek makan didalam batang merusak sistem jaringan termasuk merusak titik tumbuh. Gejala serangan pada fase vegetatif disebut "sundep". Pada fase generatif ulat merusak tangkai malai sehingga terpotong menyebabkan malai menjadi hampa, gejala tersebut disebut "Beluk". Bioteknologi PBPK berkembang secara metamorfosis sempurna, dalam siklus hidupnya terdapat stadium telur, larva(ulat), pupa (kepompong) dan imago (ngengat). Untuk mencapai siklus satu generasi dibutuhkan waktu 6-7 minggu. Telur PBPK diletakkan dalam bentuk kelompok telur yang ditutupi oleh rambut haalus berwarna coklat kekuning-kuningan dan terdiri dari 50-150 butir telur. Biasanya diletakan didekat ujung helai daun. Lama stadium telur berkisar antara 100-600 butir telur yang diletakkan pada 3-5 malam. Larva berwarna putih kekuning-kuningan sampai kehijau-hijauan, terdiri dari atas 5-6 instar, panjang maksimum 25 mm. Stadium larva berkisar 28-35 hari. Larva yang baru menetes sebagian besar bergerak menuju ke bagian pucuk tanaman, kemudian menggantung dengan benang halus, terayun, kemudian berpencar. Larva menggreak kedalam batang atau menggerak langsung pada pelepah daun. Larva menggrek dalam bataang, berkembang hingga mencapai stadium pupa. Larva dapat berpindah dari satu tunas ke tunas lainnya. Imago/ngengat jantan berukuran 14 mm dan imago betina berukuran 17 mm. Imago jantan mempunyai bintik berwarna hitam/gelap yang membujur pada sayap depan. Imago betina berwarna kekuning-kuningan dengan sebuah bintik hitam dibagian tengah sayap depan. Imago aktif pada malam hari dan tertarik cahaya. jangkauan terbang dapat mencaapai radius 6- 10 km. Lama hidup imago 5-10 hari. Musuh alami Musuh alami PBPK cukup banyak, sangat berpengaruh terhadap perkembangan populasi dan serangan PBPK. Musuh alami yang diketahui efektif untuk menekan perkembangan populasi PBPK adalah parasitoid telur, antara lain: Trichogramma spp, Tetrastichus spp, dan Telenomus spp. Musim tanam dan perkembangan PBPK Dalam satu musim tanam ditemukan 3 generasi, masing-masing generasi awal (sejak pesemaian), generasi satu dan generasi dua (perusak). Perkembangan penggerek batang padi dari musim ke musim lebih banyak didukung oleh adanya pertanaman padi secara terus menerus atau singgang dan tanaman padi yang tumbuh dari gabah yang tercecer di lapang pada waktu panen. Pada musim kemarau populasi PBPK pada daerah-daerah tanam awal berpeluang lebih berkembang dibandingkan dengan daerah-daerah tanam akhir. Pengendalian Pengendalian dilaksanakan sesuai konsep PHT dengan prinsip (1) budidaya tanaman sehat, (2) pelestarian/pemanfaatan musih alami, (3) pengamatan intensif/berkala, (4) keandirian petani. Starategi pengendalian dini dengan penerapan komponen pengendalian penggerek batang padi meliputi: Pengaturan pola tanam Tanam serentak/panen serentak, Pergiliran tanaman, Pengelompokan persemaian,Pengaturan waktu tanam dengan mempertimbangkan sumber populasi. 2. Pengendalian mekanik: Penyabitan serendah mungkin pada saat panen, Penggenangan setelah panen, Pengumpulan kelompok telur, Pemerekapan ngengat dengan lampu perangkap yang dibawahnya diberi air+minyak tanah 3. Pengendalian hayati Pemanfaatan/ pelepasan parasitoid hasil pengumpulan kelopok telur pelepasan dalam jumlah besar (inundasi) parasitoid telur Trichogramma spp. hasil perbanyakan di laboratorium dengan media telur Corcyra spp Konservasi musuh alami lainnya. 4. Pengendalian kimiawi Tuntaskan pengendalian penggerek batang di pesemaian Penggunaan insektisida anjuran apabila intensitas serangan >=6%, dan parasitisme kelompok telur<> Hasil pengendalian efektif dan efisien jika dalam penggunaan insektisida memenuhi prinsip 6 tepat (jenis, dosis, konsentrasi, sasaran, waktu, dan cara aplikasi)
(Sumber Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Thn 2008)  

2. Tikus (Rattus-rattus argentiventer) : 
Apabila di temukan lubang aktif dan tanda tanda keberadaan populasi tikus pada lahan bera / sebelum tanam dan saat persemaian di lakukan pengendalian secara gropyokan, sanitasi lingkungan, pengumpanan beracun dan pengemposan/pengasapan. pengaturan air di persemaian 2-5cm. sanitasi semak-semak tempat persembunyian tikus. pemagaran plastik yang di kombinasikan dengan bubu perangkap tikus pada pertanaman muda.
Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengendalikan OPT Tikus adalah : (1)Penangkapan tikus pada saat pra tanam melalui gropyokan dan pengemposan sedini mungkin; (2)Penerapan teknologi Trap Barier System(TBS); (3)Penangkapan melalui pemasangan perangkap bambu sebagai tempat persembunyian atau dengan menggunakan jaring; (4)penggunaan rodentisida antikoagulan hingga menjelang fase generatif; (5)Pengendalian harus dilakukan secara terus menerus serentak meliputi areal yang luas dan tepat cara (dengan 5 kunci sukses). 2. Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengendalikan OPT Penggerek Batang adalah : (1) Pemanfaatan parasitoid Trichogramma japonicum, dengan ketentuan, (a) Pada Persemaian setara 1 Ha sebanyak 4 pias, (b) Dipertanaman sebanyak 12 pias/Ha, dengan 8 kali pemasangan; (2) Pengumpulan kelompok telur sekaligus melepas parasitoidnya; (3) penggunaan insektisida efektif yang dianjurkan pada spot-spot serangan bila ditemukan gejala sundep > 5 % atau kelompok telur 3 ekor per m2, pada fase vegetatif dan beluk > 10 %, pada fase generatif atau kelompok telur 3 ekor per m23. 3.
 (Sumber informasi rekomendasi Instalasi PPOPT Cianjur dan Indramayu, dan foto http://bekasiterkini.com/files/contentx/3170-detail.jpg).
3. Mengenal serangan Wereng Batang Coklat pada tanaman Padi 
Berdasarkan laporan hasil pengamatan lapangan di beberapa Kabupaten di Jawa Barat serangan WBC disebabkan oleh (1). Tersedianya varietas rentan di lapangan (2). Penggunaan pestisida yang tidak sesuai anjuran (3). Cuaca yang mendukung terhadap perkembangannya. Berdasarkan Informasi BMG bahwa perkiraan hujan Bulan Januari 2012 di beberapa kabupaten di Jawa Barat masih tinggi kisaran 229 mm-449 mm. Mengingat cuaca sangat mendukung terhadap perkembangannnya, maka perlu diwaspadai meningkatkan peningkatan populasi,intensitas serangan dan luar serangan , oleh karena itu agar saudara secepatnya amengambil langkah langkah pengamanan sebagai berikut : (a).pengamatan lebih intensif oleh petani atau petugas nya. (b).pengeringan  lahan secara berkala , yaitu 1 hari di airi, dan 3-4 hari di keringkan untuk merubah iklim mikro sekitar tanaman padi.   (c). pemanfaatan agens hayati Metarhizium sp. atau Beauveria sp.atau pestisida nabati sesuai potensi daerah apabila populasi masih rendah.(d).menghindarkan penanaman  varietas rentan seperti , Cisadane,Cilamaya muncul , dan Lokal.(e).agar melaksanakan gerakan pengendalian.(e).penggunaan insektisida yang di izinkan. dan efektif bila populasi telah mencapai 10ek/rp pada umur tanaman kurang dari 40hst,dan 20 ek/rp pada tanaman lebih dari 40hst.(f).hindari penggunaan pestisida bukan anjuran

 Pengendalian Wereng Coklat, merupakan serangga hama tanaman padi yang penting sejak awal tahun 1970-an. Serangga dewasa berwarna coklat, berukuran 4-5 mm. Semua stadia wereng coklat dari nimfa sampai imago menghisap cairan jaringan tanaman. Namun yang sangat ganas adalah nimfa instar 1-3. Gejala kerusakan, pangkal batang berwarna kuning dan pangkal batang berwarna kehitaman. Bila parah, tanaman mengering seperti terbakar (hopperburm) Gagal panen (puso) dapat terjadi bila jumlah serangga lebih dari 20 ekor/rumpun. Oleh karena itu, upaya pengendalian perlu segera dilakukan jika wereng coklat telah mencapai ampang ekonomi (4 ekor/rumpun pada fase vegetatif dan 7 ekor/rumpun pada fase generatif). Peningkatan populasi wereng coklat didorong oleh : (1) penanaman varietas padi rentan, (2) penanaman padi tidak serempak, (3) penggunaan insektisida tidak tepat (jenis, dosis, waktu, dan cara), dan (4) pemupukan tidak sesuai kebutuhan tanaman. Selain sebagai hama, wereng coklat juga berpereran sebagai penular penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa. Setiap ekor wereng coklat berpotensi menularkan penyakit virus kerdil rumput dan kerdil tanaman sakit ketanaman sehat. Cara Pengendalian Teknik budidaya Tanaman varietas tahan seperti Inpar-1 sampai 10, terutama Inpari 2, 3, dan 6. Pelihara pesemaian dan tanaman muda agar tidak terserang wereng coklat. Tanam padi secara serempak dalam suatu wilayah. Gunakan pupuk sesuai kebutuhan tanaman. Pada saat terjadi serangan, keringkan petakan sawah 3-4 hari untuk memudahkan teknis pengendalian. Kimiawi Bila populasi wereng coklat sudah mencapai ambang ekonomi, semprotkan insektisida dengan bahan aktif yang sesuai seperti bupofresin, fipronil, amidaklorid, kabofuran, atau teametoksan. Hayati Agen hayati dan musuh alami perlu dikembangkan karena dapat mengurangi potensi bahaya wereng coklat dengan biaya lebih murah. Beauveria bassiana 6,2x1010 cfu/ml. Ekstra nimba (Azadirachta indica). 
Kerdil Rumput Wereng Coklat juaga berperan sebagai penular penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa, yang dapat menimbulkan kerugian besar pada tanaman padi. Tanaman padi yang sakit akibat tertular virus kerdil rumput dapat sama sekali tidak menghasilkan gabah. Tanaman yang sakit kerdil rumput umumnya mempunyai banyak anakan, tumbuhan kerdil, dan tegak seperti rumput. Daun-daun memendek dan sempit, berwarna hijau kekuningan dan penuh dengan bercak coklat seperti karat. Akhir-akhir ini ditemukan gejala penyakit kerdil rumput tipe-2 berupa tanaman agak kerdil, daun kaku berwarna kuning jingga, dan anakan sedikit. Kerdil Hampa Tanaman padi yang sakit kerdil hampa menjadi kerdil, daun melintir, tepi daun bergerigi, terdapat garis-garis berwarna putih pada pelepah, anakan bercabang, dan warna daun menjadi hijau tua. Pada suatu hamparan, pertanaman yang tertular berat oleh kerdil hampa tampak tidak tumbuh rata karena tinggi tanaman tidak seragam. Mulai yang terbentuk dari tanaman sakit tidak keluar sempurna, sehingga gabah yang dihasilkan hampa. Cara Pengendalian Penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa dikendalikan dengan cara memutus hubungan antara wereng coklat dengan virus kerdil hampa dan virus kerdil rumput dan tanaman padi. Eradikasi tanamanpadi atau ratun yang tertular virus, dan tidak menanam padi untuk beberpa saat (1-2 bulan) adalah cara-cara paling penting untuk mengendalikan penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput. Sampai saat ini belum ada varietas padi tahan kedua penyakit tersebut. (Sumber Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Thn 2008)(sumber file bptph yoki)
 
Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengendalikan OPT WBC adalah :
(1) Pengamatan yang intensif untuk mengetahui perkembangan populasi WBC; (2)Pemanfaatan bio pestisida yang sudah dikembangkan oleh kelompok tani; (3) Mengatur jarak tanam dan pengairan untuk menghindari kelembaban yang tinggi disekitar tajuk tanaman; (4) Pengendalian dengan Insektisida efektif dilakukan apabila ditemukan populasi > 10 e/rpn pada umur tanaman <> 40 e/rpn pada tanaman berumur > 40 hst dengan memperhatikan 5 tepat.
(sumber tulisan surat instalasi PPOPT  wilayah V Bandung,  perihal pengendalian WBC No. 521.21/74/perek tanggal 20 Januari 2012     sumber gambar alammendah.wardpres.com)

4. Penyakit Hawar Daun Bakteri (Kresek) dan  Blast
Mengamati kondisi lapangan saat ini  terjadi  peningkatan serangan penyakit Blast dan Hawar Daun Bakteri (HDB)/Kresek di beberapa daerah yang diperkirakan mengancam capaian sasaran produksi padi 2012. untuk itu dilakukan ;
        (1) Penyakit Blas (Pyricularia oryzae) Pengendaliannya dapat dilakukan (a) membakar jerami dari pertamanan padi yang terinfeksi Blas untuk mengurangi sumber infeksi (b) tidak menggunakan benih endemis penyakit blas, karena patogen penyakit blas dapat ditularkan melalui benih (Seed born) (c) melakukan penggiliran varietas secara terus menerus, varietas yang tahan blas yang ditanam secara luas dan terus menerus hanya mampu bertahan selama beberapa musim terhadap serangan penyakit blas  (d) untuk daerah endemis hindari pemberian pupuk Nitrogen secara berlebihan karena dapat meningkatkan kerentanan tanaman terhadap penyakit blas (e) apabila perkembangan penyakit blas dinilai menghawatirkan dapat dikakukan pengendalian dengan menggunakan fungisida yang efektif dan selektif.
         (2) Penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB)/Kresek (Xantomonas campestris pv.oryzae) pengendaliannya yaitu (a) sanitasi patogen dengan membersihkan tunggul-tunggul dan jerami yang terinfeksi (b) menanam varietas tahan (c) gunakan benih/bibit yang bebas dari penyakit HDB dengan jarak tanam yang tidak terlalu rapat (d) apabila menggunakan kompos jerami pastikan jerami sudah terdekomposisi sempurna sebelum tanam (e) menggunakan pupuk Nitrogen yang sesuai anjuran.
Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengendalikan OPT Hawar Daun Bakteri /,Kresek (BLB) adalah : (1) Pemupukan yang lengkap dan berimbang; (2) Pengaturan jarak tanam untuk menghindari kelembaban tinggi dan penyebaran penyakit; (3) Melaksanakan teknologi pengairan hemat air; (4) Pada daerah kronis sebaiknya untuk tanam berikutnya menggunakan varietas tahan seperti Way Apoburu, Widas; (5) Penggunaan agens hayati seperti oryne bacterium. Hawar daun bakteri adalah salah satu penyakit yang dapat menyebabkan pertanaman padi mengalami puso. Pengendaliannya dianjurkan melalui pergiliran varietas atau menanam varietas yang berbeda dalam satu hamparan. Penyakit HDB disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). Penyakit ini dapat menginfeksi tanaman padi mulai dari pembibitan sampai panen. Ada dua macam gejala HDB. Gejala yang muncul pada saat tanaman berumur kurang dari 30 hari setelah tanam, yaitu pada persemaian atau tanaman yang baru dipindah ke lapang, disebut kresek. Gejala yang timbul pada fase anakan sampai pemasakan disebut hawar (blight). Kerusakan secara kuantitaif akibat penyakit ini adalah turunnya hasil panen dan rendahnya bobot 1.000 biji, sedangkan kerusakan secara kualitatif ditunjukan oleh tidak sempurnanya pengisian gabah mudah pecah pada saat digiling. Kerusakan sedang berkisar antara 10-20%, sementara kerusakan berat mencapai lebih dari 50%. Penurunan hasil padi akibat HDb umumnyya berkisar antara 15-23%. Perkembangan HDB sel bakteri Xoo tumbuh dan berkembang biak sangat cepat. Pada awal pertumbuhannya, baik pada daun padi varietas tahan maupun rentan, dalam waktu 2-4 hari sel 104 menjadi 107 sel/ml. Selanjutnya, perkembangan Xoo pada daun varietas tahan lebih lambat dibandingkan pada daun varietas rentan. Hal ini merupakan dampak dari ketahanan varietas terhadap perkembangan penyakit dilapangan. Proses pembentukan penyakit ditentukan oleh tiga komponen yang selalu berinteraksi, yaiti patogen, inang, dan lingkungan biotik dan abiotik. Masing-masing komponen dapat berubah sifatnya sehingga bila satu komponen berubah maka akan mempengaruhi tingkat keparahan penyakit. Contoh komponen inang yang dapat mempengaruhi tingkat penularan penyakit HDB adalah tanaman terlalu muda atau tua, tanaman sangat atau kurang tahan terhadap HDb, dan tanaman yang memperlihatkan keseragaman genetik dalam suatu areal yang luas. Bakteri Xoo mampu membentuk strain baru dengan cepat dilapangan sejalan dengan perkembangan penggunaan varietas padi. Perbedaan virulensi antara Xoo yang dikumpulkan dari beberapa daerah menunjukan kedinamisan interaksi antara inang dan patogen, yang dapat dibedakan menjadi varietas diferensial dipihak inang dan kelompok strain dipihak patogen. Pergiliran Varietas Varietas ciherang Ciherang yang dilepas pada tahun 2000 telah berkembang luas disentra produksi padi di Jawa dan menggeser dominasi IR64 yang dilepas pada tahun 1986. Keadaan dilapangan menunjukan bahwa ketahanan varietas terhadap HDb selalu berubah setelah enam musim tanam. Varietas Ciherang yang pada saat dilepas pada tahun 2000 dinyatakan HDB, misalnya,menurun ketahanannya setelah dikembangkan secara luas. Bahkan Ciherang sudah rentan terhadap penyakit ini sejak MT 2006/2007. Cara yang dianjurkan untuk mengendalikan penyakit ini adalah melalui pergiliran varietas atau menanam varietas yang berbeda dalam satu hamparan.
(sumber surat ditlin jakarta)
5. Pengendalian Bacterial Red Stripe Bacterial Red Stripe (BRS) 
merupakan penyakit relatif baru yang menyerang pada pertanaman padi, yang pertama kali dideteksi pada tanggal 1 Juli 1987 di Desa Ranca Bango, Kec. Pabuaran Kab. Subang, Jawa Barat (Mogi et al, 1987). Penyakit ini disebut juga "hawar daun jingga" (Suparyono et al,1999). Penyakit ini dapat menyerang semua varietas padi meskipun IR-46 diketahui paling pek dilapangan. BRS sangat berpotensi menjadi penyakit penting pada tanaman padi, karena cepat menyebar dan mengakibatkan kehilangan hasil yang dapat mencapai 16-72 % dengan rata-rata 46 % (Mogi et al, 1988). Sebagai penyakit padi baru pengenalan gejala penyakit adalah hal yang sangat penting. Gejala awal hanya terbentuk pada daun, kadang-kadang pada bagian atas pelepah. Gejala berbentuk bulat kecil atau bercak elips berwarna merah kekuning-kuningan atau merah kecoklat-coklatan. Bercak yang berukuran kecil, bekembang secara bertahap. setelah diameter mencapai 3-5 mm, bercak garis berkembang dengan cepat kebagian atas daun dengan warna dan luas bercak sama dengan bercak awal. Pada stadia keluar mulai bercak berkembang pada bagian daun yang lebih atas dan daun bendera. Kadang-kadang gejala muncul pada pelepah daun, sedangkan malai maupun biji tidak terlihat adanya gejala. Organisme penyebab penyakit tersebut adalah Pseudomonas sp. BRS telah meluas penyebarannya di Indonesia, telah ditemukan terutama di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Kalimantan Selatan. di Vietnam selatan dan Utara (Bui van ICH, 1990, komunikasi pribadi). Keadaan ini menunjukan bahwa penyakit BRS perlu diperhitungkan sebagai penyakit padi yang dapat menyebabkan kehilangan hasil padi dan kerugian. usaha-usaha pengendalian yang efektif untuk menekan kerugian akibat serangan BRS. Faktor yang mendukung/menghambat perkembangan BRS, meliputi semua faktor yang terkait dengan perkembangan patogen, faktor lingkungan dan toleransi varietas, serta pengaruh perlakuan petani dalam budidaya tanaman. Untuk itu semua faktor yang terkait perlu dipelajari dengan sebaik-baiknya untuk mendapatkan hasil pengendalian yang optimal. Pengaruh iklim terhadap perkembangan BRS Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan BRs antara lain : a) Suhu tinggi diatas 30 o C akan memacu perkembangan penyakit ini, b) Kelembaban yang tinggi pada kanopi daun dapat mempercepat penyebaran BRS, c) Curah hujan yang berat dapat menghambat perkembangan penyakit, d) Pupuk nitrogen yang berlebihan dan penggunaan pupuk yang tidak berimbang, dan e) Kontaminasi patogen yang tinggi pada benih. secara umum pada musim kemarau BRS lebih cepat muncul dibandingkan pada musim hujan. Pada musim kemarau gejala awal BRS sudah mulai muncul pada umur 7 MST (49 HST) dan berkembang dengan cepat ke rupmpun lain sampai umur 10 MSt (70 HST). Sehingga hanya dalam waktu 3 minggu gejala BRS telah merata, sedangkan pada umur ini tanaman sedang memasuki masa pengisian bulir. Pada musim hujan gejala awal BRS baru muncul pada 13 MST (91HST), pada waktu ini pengisian bulir telah selesai dan tinggal pemasakan saja. Infeksi BRS yang lebih awal, dan terutama saat tanaman sedang memasuki masa pengisian bulir akan mempengaruhi kehilangan hasil. Pengaruh pemupukan Pemupukan mutlak diperlukan untuk bercocok tanam padi untuk meningkatkan produktivitas, tetapi apabila aplikasi berlebihan, tanaman menjadi lebih rentan terhadap perkembangan patogen penyakit. Beberapa jenis pupuk yang digunakan secara tunggal maupun secara gabbungan, menunjukan perbedaan perkembangan BRS. Perkembangan gejala BRS dengan berbagai perlakuan pemupukan, yaitu nitrogen (Urea), Phosphat (TSP) dan Potasium Pemberian Nitrogen (Urea) yang berlebihan ternyata menunjukan perkembangan penyakit yang paling cepat dibandingkan dengan perlakuan pemupukan yang lai. Jenis Varietas Padi Sampai saat ini nampaknya belum ada varietas padi yang tahan terhadap BRS. Khususnya yang ditanam pada musim kemarau, tetapi agak toleran pada musim penghujan, sedangkan jenis padi hibrida menunjukan reaksi yang rentan baik pada musim hujan maupun musim kemarau.
        USAHA PENGENDALIAN BRS merupakan penyakit yang relatf baru pada tanaman padi, yang berpotensi mengakibatkan kerugian. Usaha pengendalian perlu dilkukan agar kehilangan hasil dan kerugian petani dapat ditekan. Pengetahuan tentang organisme penyebab penyakit, pengenalan gejala serangan, gejala awal, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan penyakit, dan teknologi pengendaliannya perlu diketahui. Beberapa cara pengendalian yang dianjurkan adalah : Persiapan : melakukan pemilihan benih yang sehat Menggunakan benih unggul bermutu, bersertifikat, tidak menggunakan benih yang berasal dari sawah yang terserang BRS. Seleksi benih dengan menggunakan larutan garam 2. Masa pertumbuhan jarak tanam : menerapkan budidaya tanaman sehat, dan teknologi lainnya sesuai dengan kondisi setempat. Pengaturan jarak tanam legowo 2:1, agar kelembaban pada kanopi daun relatif, Penggunaan pupuk KCl untuk meningkatkan kekekaran tanaman sehingga dapat mengurangi intensitas serangan BRS, Penggunaan/pemanfaatan agens hayati bakteri antagonis antara lain Pseudomonas fluorescens, dan Corynebacterium, Didaerah endemis, menggunakan pestisida efektif sesuai anjuran (terdaftar dan diijinkan), Pengelolaan pengairan (secara intermitten) untuk mengurangi kelembaban, perakaran baik. 3. Masa panen;menentukan pemilihan benih sehat, yaitu dari daerah yang tidak terserang penyakit. (Sumber Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Thn 2008)
6. Tungro: Pengaturan waktu tanam seawal mungkin agar pada saat populasi wereng hijau ( vektor virus) tinggi, tanaman sudah mencapai umur 60 hari. sebar benih paling tidak 5 hari setelah pengolahan tanah sehingga wereng hijau yang masih hidup sudah tidak membawa virus. tanam serempak untuk daerah endemis tungro. apabila diperoleh indeks penyakit tungro (populasi wereng hijau dikalikan prosentase gejala) labih dari 75% menandakan persemaian akan menjadi sumber  penyakit tungro, kendalikan dengan cendawan patogen atau insektisida efektif. bibit yang menunjukan gejala serangan dieradikasi selektif dengan cara di benamkan ke dalam tanah. apabila di temukan gejala tungro > 2 rumpun pada suatu petakan, lakukan pengendalian dengan insektisida efektif yang diizinkan pada petakan tersebut.
(Sumber Instalasi PPOPT Jawa Barat )
7. Hama Putih: a. Pengamatan secara berkala, b. Melakukan sanitasi lingkungan dan pengatura drainase dengan pengeringan lahan selama beberapa hari (3 s/d 4 hari), c. Penggunaan Insektisida efektif diijinkan, bila intensitas kerusakan telah mencapai sama atau lebih dari 25%. Insektisida efektif yang dianjurkan diantaranya yang berbahan aktif: BPMC, Bensultaf, MIPC, Karbofuran dan tebufenosida.
8. Walangsangit: a. Pengamatan mingguan secara berkala, b. Melakukan sanitasi lingkungan, c. Melakukan pengendalian dengan umpan terasi, bangkai atau pemasangan lampu perangkap (lampu patromak atau listrik) untuk menangkap hama walangsangit yang dikombinasikan dengan perbandingan 40:1, d. Penggunaan insektisida efektif yang diijinkan bila populasi walangsangit lebih dari 5 ekor per m2 pada saat premordia sampai dengan berbunga, atau 10 ekor per m2 pada saat bulir padi matang susu, insektisida efektif yang dianjurkan antara lain berbahan aktif, Bensultaf, BPMC, MIPC.

0 komentar:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲