TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Pestisida
2.1.1.
Pengertian Pestisida
Pestisida (Inggris : pesticide) berasal
dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti
mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara umum pestisida
dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi
jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak
langsung merugikan kepentingan manusia. Menurut Peraturan Pemerintah No.
7 tahun 1973 tentang pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan
penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain
serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
a. Memberantas
atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian tanaman atau hasil- hasil pertanian
b. Memberantas rerumputan
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan
yang tidak diinginkan
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan
tanaman atau bagian-bagian tanaman dan tidak termasuk pupuk
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar
pada hewan-hewan piaraan atau ternak
f. Memberantas atau mencegah hama-hama air
g. Memberantas
atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.
h. Memberantas
atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia
atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau
air.
Menurut The United States Environmental
Pesticide Control Act, pestisida adalah sebagai berikut.
1.
Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah,
atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, gulma, virus,
bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri atau jasad
renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.
2.
Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman
atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).
2.1.2.
Penggolongan Pestisida
Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia
dan daya kerja yang berbeda-beda, karena itu dikenal banyak macam pestisida.
Pestisida dapat digolongkan menurut berbagai cara tergantung pada
kepentingannya, antara lain: berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan,
berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur kimianya dan berdasarkan
bentuknya.
Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran
yang akan dikendalikan yaitu (Wudianto, 2001):
1.
Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan
semua jenis serangga.
2.
Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan
untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.
3.
Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif beracun
yang bisa membunuh bakteri.
4.
Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.
5.
Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang mengandung
senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak, dan
laba-laba.
6.
Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan
untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
7.
Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang, siput
setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di
tambak.
8.
Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh
tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.
Sedangkan jika dilihat dari cara kerja
pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi menjadi tiga
golongan, yaitu (Ekha, 1988):
1.
Racun perut
Pestisida yang termasuk golongan ini pada
umumnya dipakai untuk membasmi serangga-serangga pengunyah, penjilat dan
penggigit. Daya bunuhnya melalui perut.
2.
Racun kontak
Pestisida jenis racun kontak, membunuh hewan
sasaran dengan masuk ke dalam tubuh melalui kulit, menembus saluran darah, atau
dengan melalui saluran nafas.
3.
Racun gas
Jenis racun yang disebut juga fumigant ini
digunakan terbatas pada ruangan-ruangan tertutup.
Menurut Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000
dalam Meliala 2005, berdasarkan struktur kimianya pestisida dapat digolongkan
menjadi :
1.
Golongan organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain.
Umumnya golongan ini mempunyai sifat :
merupakan racun yang universal, degradasinya berlangsung sangat lambat larut
dalam lemak.
2.
Golongan organophosfat misalnya diazonin dan basudin.
Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut : merupakan racun yang tidak selektif degradasinya berlangsung lebih
cepat atau kurang persisten di lingkungan, menimbulkan resisten pada berbagai
serangga dan memusnahkan populasi predator dan serangga parasit, lebih toksik
terhadap manusia dari pada organokhlor.
3.
Golongan carbamat termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain
Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut :
mirip dengan sifat pestisida organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem
kehidupan, degradasi tetap cepat diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini
aman untuk hewan, tetapi toksik yang kuat untuk tawon.
4.
Senyawa dinitrofenol misalnya morocidho 40EC
Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui
proses pengubahan ADP (Adenesone-5-diphosphate) dengan bantuan energi sesuai
dengan kebutuhan dan diperoleh dari rangkaian pengaliran elektronik potensial
tinggi ke yang lebih rendah sampai dengan reaksi proton dengan oksigen dalam
sel. Berperan memacu proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang diperlukan
akibatnya menimbulkan proses kerusakan jaringan.
5.
Pyretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia,
merupakan campuran dari beberapa ester yang disebut pyretrin yang diekstraksi
dari bunga dari genus Chrysanthemum. Jenis pyretroid yang relatif stabil
terhadap sinar matahari adalah : deltametrin, permetrin, fenvalerate. Sedangkan
jenis pyretroid yang sintetis yang stabil terhadap sinar matahari dan sangat
beracun bagi serangga adalah : difetrin, sipermetrin, fluvalinate, siflutrin,
fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin, flusitrinate.
6.
Fumigant
Fumigant adalah senyawa atau campuran yang
menghasilkan gas atau uap atau asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri,
dan tikus. Biasanya fumigant merupakan cairan atau zat padat yang mudah menguap
atau menghasilkan gas yang mengandung halogen yang radikal (Cl, Br, F), misalnya
chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene, metylbromide, formaldehid, fostin.
7.
Petroleum
Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida
dan miksida. Minyak tanah yang juga digunakan sebagai herbisida.
8.
Antibiotik
Misalnya senyawa kimia seperti penicillin yang
dihasilkan dari mikroorganisme ini mempunyai efek sebagai bakterisida dan
fungisida. Bentuk pestisida yang merupakan formulasi ada berbagai macam.
Formulasi ini perlu dipertimbangkan sebelum membeli untuk disesuaikan dengan
ketersediaan alat yang ada, kemudahan aplikasi, serta efektivitasnya (Wudianto,
2001).
1. Tepung hembus, debu (dust=D)
Bentuk tepung kering yang hanya terdiri atas
bahan aktif, misalnya belerang, atau dicampur dengan pelarut aktif yang
bertindak sebagai karier, atau dicampur bahan-bahan organik seperti walnut,
talk. Dalam penggunaannya pestisida ini harus dihembuskan menggunakan alat
khusus yang disebut duster.
2. Butiran (Granula=G)
Pestisida ini berbentuk butiran padat yang
merupakan campuran bahan aktif berbentuk cair dengan butiran yang mudah
menyerap bahan aktif. Penggunaanya cukup ditaburkan atau dibenamkan disekitar
perakaran atau dicampur dengan media tanaman.
3. Tepung yang dapat disuspensi dalam air (wettablebpowder
= WP)
Pestisida berbentuk tepung kering agak pekat
ini belum dapat secara langsung digunakan secara langsung untuk memberantas
jasad sasaran, harus terlebih dulu dibasahi air. Hasil campurannya dengan air
disebut suspensi. Pestisida jenis ini tidak larut dalam air, melainkan hanya
tercampur saja. Oleh karena itu, sewaktu disemprotkan harus sering diaduk atau
tangki penyemprot digoyang-goyang.
4. Tepung yang larut dalam air (water-soluble
powder = SP)
Jenis pestisida ini sepintas mirip dengan
bentuk WP, penggunaan juga dicampur dengan air. Perbedaanya jenis ini larut
dalam air jadi dalam penggunaanya dalam penyemprotan, pengadukan hanya
dilakukan sekali pada waktu pencampuran.
5. Suspensi (flowable concentrate = F)
Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif
yang ditambahkan pelarut serbuk yang dicampur dengan sejumlah kecil air.
Hasilnya adalah seperti pasta yang disebut campuran pasta.
6. Cairan (emulsifiable = EC)
Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang
terdiri dari campuran bahan aktif dengan perantara emulsi. Dalam penggunaannya,
biasanya dicampur dengan bahan pelarut berupa air. Hasil pengencerannya atau
cairan semprotnya disebut emulsi.
7. Ultra Low Volume (ULV)
Pestisida bentuk ini merupakan jenis khusus
dari formulasi S (solution). Bentuk murninya merupakan cairan atau
bentuk padat yang larut dalam solven minimum. Konsentrat ini mengandung
pestisida berkonsentrasi tinggi dan diaplikasikan langsung tanpa penambahan
air.
8. Solution(S)
Solution merupakan
formulasi yang dibuat dengan melarutkan pestisida ke dalam pelarut organik dan
dapat digunakan dalam pengendalian jasad pengganggu secara langsung tanpa perlu
dicampur dengan bahan lain.
9. Aerosol (A)
Aerosol merupakan formulasi yang terdiri dari
campuran bahan aktif berkadar rendah dengan zat pelarut yang mudah menguap
(minyak) kemudian dimasukkan ke dalam kaleng yang diberi tekanan gas propelan.
Formulasi jenis ini banyak digunakan di rumah tangga, rumah kaca, atau
perkarangan.
10. Umpan beracun (Poisonous Bait = B)
Umpan beracun merupakan formulasi yang terdiri
dari bahan aktif pestisida digabungkan dengan bahan lainnya yang disukai oleh
jasad pengganggu.
11. Powder concentrate (PC)
Formulasi ini berbentuk tepung, penggunaanya dicampur
dengan umpan dan dipasang di luar rumah. Pestisida jenis ini biasanya tergolong
Rodentisida yaitu untuk memberantas tikus.
12. Ready Mix Bait (RMB)
Formulasi ini berbentuk segi empat (blok)
besar dengan bobot 300gram dan blok kecil dengan bobot 10-20 gram serta pellet.
Formulasi ini berupa umpan beracun siap pakai untuk tikus.
13. Pekatan yang dapat larut dalam air (Water
Soluble Concentrate = WSC)
Merupakan formulasi berbentuk cairan yang
larut dalam air. Hasil pengecerannya dengan air disebut larutan.
14. Seed Treatment (ST)
Formulasi ini berbentuk tepung. Penggunaannya
dicampurkan dengan sedikit air sehingga terbentuk suatu pasta. Untuk perlakuan
benih digunakan formulasi ini.
2.1.3.
Teknik Aplikasi Pestisida
1. Memilih pestisida
Sebelum membeli pestisida pastikan jenis hama
atau penyakit apa yang menyerang tanaman. Perhatikan gejala-gejala serangannya.
Bagian tanaman mana yang terserang apakah daun, batang, buah, atau akarnya. Memilih
bentuk atau formulasi pestisida juga sangat penting dalam penggunaan pestisida.
Kalau dilihat dari bahaya pelayangan di udara, pestisida berbentuk butiran paling
sedikit kemungkinannya untuk melayang. Pestisida yang berbentuk cairan, bahaya
pelayangannya lebih kecil jika dibanding pestisida berbentuk tepung. Disamping
itu pertimbangan lain dalam memilih formulasi pestisida adalah alat yang digunakan
untuk menyebarkan pestisida tersebut (Wudianto, 2005). Petani dan pengguna
pestisida pada umumnya perlu mengetahui nama dagang ataupun nama umum pestisida
agar tidak salah memilih pestisida. Pestisida dengan bahan aktif yang sama
sering dijual dengan nama dagang yang berbeda. Dengan mengetahui kandungan
bahan aktif masing-masing pestisida, maka tidak perlu terlalu terikat pada satu
nama dagang, tetapi dapat memilihnya dari berbagai nama dagang yang ada.
Demikian halnya jika hendak mencampur pestisida, maka dapat menghindari
pencampuran dua atau lebih pestisida yang bahan aktifnya sama (Djojosumarto,
2004).
2. Alat penyemprot pestisida
Semua alat yang digunakan untuk
mengaplikasikan pestisida dengan cara penyemprotan disebut alat semprot atau
sprayer. Apapun bentuk dan mekanisme kerjanya, sprayer berfungsi untuk mengubah
atau memecah larutan semprot, yang dilakukan oleh nozzle, menjadi
bagian-bagian atau butiran-butiran yang sangat halus (droplet). Menurut
sumber tenaga yang digunakan untuk menggerakkan atau menjalankan sprayer
tersebut, sprayer dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu (Djojosumarto, 2004):
a.
Sprayer manual
Sprayer manual adalah sprayer yang digerakkan
dengan tangan. Contoh sprayer manual adalah:
Trigger pump, yakni pompa tangan (hand
pump) yang banyak digunakan untuk pengendalian hama di rumah tangga.
Bucket pump atau trombone pump dan
garden hose sprayer, untuk mengendalikan hama dan penyakit di pekarangan.
Sprayer gendong
otomatis (pre pressurized knapsack sprayer, compression sprayer), yang
banyak digunakan di bidang pertanian
Sprayer gendong
yang harus dipompa terus-menerus (Level operated knapsack sprayer),
banyak digunakan di bidang pertanian Indonesia.
b.
Sprayer tenaga mesin
Sprayer tenaga mesin adalah sprayer yang
digerakkan oleh tenaga mesin. Contoh sprayer tenaga mesin adalah :
Sprayer punggung bermesin (motorized
knapsack sprayer)
Mesin pengkabut (mist blower)
Power sprayer atau gun sprayer,
yang digerakkan oleh motor stasioner atau traktor.
Sprayer-sprayer
yang digerakkan atau dihubungkan dengan traktor atau truk: boom sprayer,
boomless sprayer, air blast sprayer.
Sprayer atau otomizer yang dipasang
pada pesawat udara untuk penyemprotan udara.
3. Pencampuran pestisida
Dalam aplikasi pestisida adakalanya pestisida
harus dicampur dengan surfaktan. Pencampuran ini boleh dilakukan sejauh dalam
kemasan tidak disebutkan larangan pencampuran. Dua macam pestisida bila
dicampur dapat menimbulkan interaksi sinergistik, aditif, atau antagonistik.
Pestisida bila dicampur menimbulkan interaksi antagonistik berarti pestisida
tersebut tidak boleh dicampur. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah sifat
asam basanya. Pestisida yang sama-sama bersifat asam atau sama-sama bersifat
basa tidak akan membentuk senyawa garam. Timbulnya senyawa garam dapat
menimbulkan penurunan daya bunuh. Untuk memastikan bisa tidaknya dua atau lebih
jenis pestisida dicampur, perlu diperhatikan label kemasan. Bisakah pestisida
tersebut dicampur dengan pestisida lain. Atau terkadang tertulis “jangan
dicampur dengan pestisida lain bersifat basa”. Berarti pestisida tersebut
bersifat asam. Jadi dapat dicampur dengan pestisida yang bersifat asam juga.
Untuk mengetahui asam basa suatu larutan, bisa digunakan kertas lakmus
(Wudianto, 2005).
4. Penyemprotan pestisida
Pestisida yang digunakan akan mampu
menampilkan efikasi biologis yang optimal jika penyemprotan dilakukan dengan
benar. Penyemprotan yang benar harus memenuhi syarat, kriteria, atau parameter
sebagai berikut (Djojosumarto, 2004):
a. Permukaan bidang sasaran tertutup oleh
butiran semprot (droplet) dalam jumlah yang memenuhi syarat.
b. Menggunakan ukuran droplet yang
tepat untuk berbagai jenis penyemprotan yang berbeda.
c. Menggunakan
volume aplikasi yang cocok untuk berbagai jenis tanaman dan stadia pertumbuhan
tanaman yang berbeda.
d. Pestisida yang disemprotkan menempel
sebanyak mungkin pada bidang sasaran.
e. Droplet sasaran didistribusikan di
seluruh permukaan bidang sasaran secara merata.
Sedangkan menurut Wudianto (2005), dalam
melakukan penyemprotan perlu diperhatikan hal-hal berikut :
a.
Pilih volume alat semprot sesuai dengan luas areal yang akan disemprot. Alat semprot
bervolume kecil untuk areal yang luas, tentu kurang cocok karena pekerja harus
sering mengisinya.
b.
Gunakan alat pengaman, berupa masker penutup hidung dan mulut, kaos tangan,
sepatu boot, dan jaket atau baju berlengan panjang.
c.
Penyemprotan yang tepat untuk golongan serangga sebaiknya saat stadium larva
dan nimfa, atau saat masih berupa telur. Serangga dalam stadium pupa dan imago
umumnya kurang peka terhadap racun insektisida.
d.
Waktu paling baik untuk penyemprotan adalah pada saat waktu terjadi aliran udara
naik (thermik) yaitu antara pukul 08.00-11.00 WIB atau sore hari pukul 15.00-18.00
WIB. Penyemprotan terlalu pagi atau terlalu sore akan mengakibatkan pestisida
yang menempel pada bagian tanaman akan terlalu lama mengering dan mengakibatkan
tanaman yang disemprot keracunan. Sedangkan penyemprotan yang dilakukan saat
matahari terik akan menyebabkan pestisida mudah menguap dan mengurai oleh sinar
ultraviolet.
e.
Jangan melakukan penyemprotan di saat angin kencang karena banyak pestisida
yang tidak mengena sasaran. Juga jangan menyemprot dengan melawan arah angin,
karena cairan semprot bisa mengenai orang yang menyemprot.
f.
Penyemprotan yang dilakukan saat hujan turun akan membuang tenaga dan biaya
sia-sia.
g.
Jangan makan dan minum atau merokok pada saat melakukan penyemprotan.
h.
Alat penyemprot segera dibersihkan setelah selesai digunakan. Air bekas cucian
sebaiknya dibuang ke lokasi yang jauh dari sumber air dan sungai.
i.
Penyemprot segera mandi dengan bersih menggunakan sabun dan pakaian yang
digunakan segera dicuci.
5. Penyimpanan pestisida
Penyimpanan pestisida dengan cara baik dapat
dapat menjegah terjadinya pencemaran pada lingkungan serta mencegah terjadinya
keracunan pada manusia ataupun hewan. Menurut Sostroutomo (1992) yang dikutip
oleh Meliala (2005) ada beberapa petunjuk penyimpanan pestisida yang perlu
untuk diikuti,yaitu:
a. Pestisida hendaknya segera disimpan di
tempat yang sesuai setelah dibeli, jangan sekali-kali meletakkan pestisida yang
mudah dijangkau oleh anakanak.
b. Sediakan tempat yang khusus untuk menyimpan
pestisida. Gudang penyimpanan harus mempunyai ventilasi udara yang cukup dan
mempunyai tanda larangan tidak didekati oleh orang-orang yang tidak
berkepentingan.
c. Pestisida yang disimpan perlu untuk
memiliki buku yang memuat catatan berapa banyak yang telah digunakan, kapan
digunakannya, dan siapa yang menggunakan dan berapa sisa yang ada.
d. Semua pestisida harus disimpan di tempat
asalnya sewaktu dibeli dan mempunyai label yang jelas. Pestisida jangan
sekali-kali disimpan dalam bekas penyimpanan makanan dan minuman.
e. Jangan menyimpan pestisida dan bibit
tanaman dalam ruangan atau gudang yang sama.
f. Perlu untuk melakukan pengecekan terhadap
tempat penyimpanan untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran-kebocoran.
g. Hindari penyimpanan pestisida yang
terlampau berlebihan di dalam gudang.
Oleh
karena itu perkiraan kebutuhan untuk setiap jenis pestisida perlu untuk dibuat
permusim tanamannya.
h. Gudang penyimpanan harus senantiasa
terkunci.
2.1.4.
Penggunaan Alat Pelindung Diri
Pakaian dan/atau peralatan pelindung tubuh
harus dipakai bukan saja waktu aplikasi, tetapi juga mulai mencampur dan
mencuci peralatan aplikasi sesudah aplikasi selesai. Pakaian serta peralatan
pelindung yang harus digunakan adalah
sebagai
berikut:
1. Pakaian sebanyak mungkin menutupi tubuh:
ada banyak jenis bahan yang dapat digunakan sebagai pakaian pelindung, tetapi
pakaian yang sederhana cukup terdiri atas celana panjang dan kemeja lengan
panjang yang terbuat dari
bahan
yang cukup tebal dan tenunannya rapat.
2. Semacam celemek (appron), yang dapat
dibuat dari plastik atau kulit. Appron terutama harus digunakan ketika
menyemprot tanaman yang tinggi.
3. Penutup kepala, misalnya berupa topi lebar
atau helm khusus untuk menyemprot. Pelindung kepala juga penting, terutama
menyemprot tanaman yang tinggi.
4. Pelindung mulut dan lubang hidung, misalnya
berupa masker sederhana atau sapu tangan atau kain sederhana lainnya.
5. Pelindung mata, misanya kaca mata, goggle,
atau face shield.
6. Sarung tangan dari bahan yang tidak tembus air.
7. Sepatu boot, ketika menggunakan ujung
celana panjang jangan dimasukkan ke dalam sepatu, tetapi ujung celana harus
menutupi sepatu boot.
2.1.5.
Dampak Pestisida
2.1.5.1.
Dampak Pestisida Terhadap Pengguna Pestisida
Risiko bagi keselamatan pengguna adalah
kontaminasi pestisida secara langsung, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik
akut maupun kronis. Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala,
pusing, mual, muntah, dan sebagainya. Beberapa pestisida dapat menimbulkan
iritasi kulit, bahkan dapat mengakibatkan kebutaan. Keracunan pestisida yang
akut berat dapat menyebabkan penderita tidak sadarkan diri, kejang-kejang,
bahkan meninggal dunia. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak
segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
(Djojosumarto, 2004). Sering kali orang tidak menyadari bahwa mereka keracunan
pestisida karena gejala-gejalanya mirip dengan masalah kesehatan lainnya
misalnya pusing dan kudis. Juga, karena kebanyakan gejala-gejala ini tidak
muncul dengan cepat, seperti gangguan sistem syaraf atau kanker, orang tidak
menyadari bahwa penyakit mereka mungkin disebabkan oleh pestisida (Quijano,
1999).
2.1.5.2.
Dampak Pestisida Terhadap Hasil Pertanian
Risiko bagi konsumen adalah keracunan residu
(sisa-sisa) pestisida yang terdapat dalam hasil pertanian. Risiko bagi konsumen
dapat berupa keracunan langsung karena memakan produk pertanian yang tercemar
pestisida atau lewat rantai makanan. Meskipun bukan tidak mungkin konsumen
menderita keracunan akut, tetapi risiko konsumen umumnya dalam bentuk keracunan
kronis, tidak segera terasa, dan dalam jangka panjang mungkin menyebabkan
gangguan kesehatan (Djojosumarto, 2004).
2.1.5.3.
Dampak Pestisida Terhadap Lingkungan
Dibalik manfaatnya yang besar, pestisida
memiliki dampak yang cukup merugikan pada pemakaiannya. Pestisida dapat merusak
ekosistem air yang berada di sekitar lahan pertanian. Jika pestisida digunakan,
akan menghasilkan sisa-sisa air yang mengandung pestisida. air yang mengandung
pestisida ini akan mengalir melalui sungai atau aliran irigasi (Dhavie, 2010). Penggunaan
pestisida oleh petani dapat tersebar di lingkungan sekitarnya; air permukaan,
air tanah, tanah dan tanaman. Sifat mobil yang dimiliki akan berpengaruh terhadap
kehidupan organisme non sasaran, kualitas air, kualitas tanah dan udara. Pestisida
sebagai salah satu agen pencemar ke dalam lingkungan baik melalui udara, air
maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas hewan, tumbuhan terlebih
manusia. Pestisida yang masuk ke dalam lingkungan melalui beberapa proses baik
pada tataran permukaan tanah maupun bawah permukaan tanah. Penurunan kualitas
air tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat pencemaran air
merupakan implikasi langsung dari masuknya pestisida ke dalam lingkungan.
Aliran permukaan seperti sungai, danau dan waduk yang tercemar pestisida akan
mengalami proses dekomposisi bahan pencemar. Dan pada tingkat tertentu, bahan
pencemar tersebut mampu terakumulasi. Pestisida di udara terjadi melalui proses
penguapan oleh foto-dekomposisi sinar matahari terhadap badan air dan tumbuhan.
Selain pada itu masuknya pestisida diudara disebabkan oleh driff yaitu
proses penyebaran pestisida ke udara melalui penyemprotan oleh petani yang
terbawa angin. Akumulasi pestisida yang terlalu berat di udara pada akhirnya
akan menambah parah pencemaran udara. Gangguan pestisida oleh residunya
terhadap tanah biasanya terlihat pada tingkat kejenuhan karena tingginya
kandungan pestisida persatuan volume tanah. Unsurunsur hara alami pada tanah
makin terdesak dan sulit melakukan regenerasi hingga mengakibatkan tanah-tanah
masam dan tidak produktif (Sulistiyono, 2004).
2.1.6.
Keracunan Pestisida dan Jalur Masuk Pestisida Pada Manusia
A.
Keracunan Pestisida
Walaupun pestisida ini mempunyai manfaat yang
cukup besar pada masyarakat, namun dapat pula memberikan dampak negatif pada
manusia dan lingkungan. Pada manusia pestisida dapat menimbulkan keracunan yang
dapat mengancam jiwa manusia ataupun menimbulkan penyakit/cacat (Munaf, 1997).
Ada 2 tipe keracunan yang ditimbulkan
pestisida, yaitu (Quijano, 1999):
1.
Keracunan akut
Keracunan akut terjadi bila efek-efek
keracunan pestisida dirasakan langsung pada saat itu. Beberapa efek kesehatan akut
adalah sakit kepala, pusing, mual, sakit dada, muntah-muntah, kudis, sakit
otot, keringat berlebih, kram. Diare, sulit bernafas, pandangan kabur, bahkan
dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan luas keracunan yang ditimbulkan
keracunan akut dapat dibagi 2 efek, yaitu:
a. Efek lokal, terjadi bila efek hanya
mempengaruhi bagian tubuh yang terkena kontak langsung dengan pestisida.
Biasanya berupa iritasi, seperti rasa kering, kemerahan dan gatal-gatal di
mata, hidung, tenggorokan dan kulit, mata berair, batuk, dan sebagainya.
b. Efek sistemik muncul bila pestisida masuk
ke dalam tubuh manusia dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Darah akan
membawa pestisida ke seluruh bagian dari tubuh dan memengaruhi mata, jantung,
paru-paru, perut, hati, lambung, otot, usus, otak, dan syaraf.
2.
Keracunan kronis
Keracunan kronis terjadi bila efek-efek
keracunan pada kesehatan membutuhkan waktu untuk muncul atau berkembang.
Efek-efek jangka panjang ini dapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun setelah terkena pestisida. Pestisida memberikan dampak kronis
pada sistem syaraf, hati, perut, system kekebalan tubuh, keseimbangan hormon,
kanker. Bayi juga dapat terkena pestisida ketika diberi ASI, dapat terjadi jika
ibunya terkena pestisida. Setiap golongan pestisida menimbulkan gejala
keracunan yang berbeda-beda karena bahan aktif yang dikandung setiap golongan
berbeda. Namun ada pula gejala yang ditimbulkan mirip (Wudianto, 2005).
a. Golongan organofosfat, gejala keracunannya
adalah timbul gerakan otot-otot tertentu, penglihatan kabur, mata berair, mulut
berbusa, banyak berkeringat, air liur banyak keluar, mual, pusing,
kejang-kejang, muntah-muntah, detak jantung menjadi cepat, mencret, sesak
nafas, otot tidak bisa digerakkan dan akhirnya pingsan. Organofosfat menghambat
kerja enzim kholineterase, enzim ini secara normal menghidrolisis asetycholin
menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah
asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik
pada system syaraf yang menyebabkan gejala keracunan dan berpengaruh pada
seluruh bagian tubuh (Mulachella, 2010)
b. Golongan organoklor, jenis pestisida ini
dapat menimbulkan keracunan dengan gejala sakit kepala, pusing, mual,
muntah-muntah, mencret, badan lemah, gugup, gemetar, kejang-kejang, dan
kehilangan kesadaran.
c. Golongan karbamat, gejalanya sama dengan
gejala yang di timbulkan golongan organofosfat, hanya saja berlangsung lebih
singkat karena lebih cepat terurai dalam tubuh.
d. Golongan bipiridilium, setelah 1-3 jam
pestisida masuk dalam tubuh baru timbul sakit perut, mual, muntah-muntah, dan
diare.
e. Gologan arsen, tingkat akut akan terasa
nyeri pada perut, muntah, dan diare, sementara keracunan semi akut ditandai
dengan sakit kepala dan banyak keluar air ludah.
f. Golongan antikoagulan, gejala yang
ditimbulkan seperti nyeri punggung, lambung dan usus, muntah-muntah, perdarahan
hidung dan gusi, kulit berbintik-bintik merah, kerusakan ginjal.
Menurut WHO 1986, ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi keracunan pestisida antara lain :
1. Dosis. Dosis pestisida berpengaruh langsung
terhadap bahaya keracunan pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran
pestisida untuk penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis
yang tertera pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan membahayakan
penyemprot itu sendiri. Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan
terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian.
2. Toksisitas senyawa pestisida. Merupakan
kesanggupan pestisida untuk membunuh sasarannya. Pestisida yang mempunyai daya
bunuh tinggi dalam penggunaan dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan
lebih sedikit bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh rendah
tetapi dengan kadar tinggi. Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50
oral dan dermal yaitu dosis yang diberikan dalam makanan hewan-hewan percobaan
yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut mati.
3. Jangka waktu atau lamanya terpapar
pestisida. Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya daripada
paparan yang terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah
lewat perlu diperhatikan bila terjadi resiko pemaparan baru. Karena itu
penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan
keracunan kronik.
4. Jalan masuk pestisida dalam tubuh.
Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai dan/atau
masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu. Keracunan akut atau kronik akibat
kontak dengan pestisida dapat melalui mulut, penyerapan melalui kulit dan
saluran pernafasan. Pada petani pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih
banyak terpapar melalui kulit dibandingkan dengan paparan melalui saluran
pencernaan dan pernafasan (Afriyanto, 2008).
B.
Jalur Masuk Pestisida Pada Manusia
Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia
melalui berbagai rute, yakni (Djojosumarto, 2004):
1.
Penetrasi lewat kulit (dermal
contamination)
Pestisida yang menempel di permukaan kulit
dapat meresap ke dalam tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi
pestisida lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi.
Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi
kontaminasi lewat kulit adalah:
a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk
pemaparan langsung oleh droplet atau drift pestisida dan menyeka
wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminsai
pestisida.
b. Pencampuran pestisida.
c. Mencuci alat-alat aplikasi
2.
Terhisap lewat saluran pernafasan (inhalation) Keracunan pestisida
karena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan terbanyak kedua
setelah kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus (kurang dari 10
mikron) dapat masuk ke paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar (lebih
dari 50 mikron) akan menempel di selaput
lendir
atau kerongkongan. Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi
lewat saluran
pernafasan
adalah :
a. Bekerja dengan pestisida (menimbang,
mencampur, dsb) di ruang tertutup atau yang ventilasinya buruk.
b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang
akan membentuk gas, aerosol, terutama aplikasi di dalam ruangan, aplikasi
berbentuk tepung mempunyai resiko tinggi.
c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu
terhisap pernafasan).
2.
Masuk ke dalam saluran pencernaan
makanan lewat mulut (oral)
Pestisida keracunan lewat mulut sebenarnya
tidak sering terjadi dibandingkan dengan kontaminasi lewat kulit. Keracunan
lewat mulut dapat terjadi karena :
a.
Kasus bunuh diri.
b.
Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.
c.
Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung
tangan
yang terkontaminasi pestisida.
d.
Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut.
e.
Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida.
2.1.7.
Pencegahan Keracunan Pestisida
Menurut Djojosumarto (2004) ada beberapa
langkah-langkah untuk menjamin keselamatan dalam penggunaan pestisida adalah
sebagai berikut:
1.
Sebelum melakukan penyemprotan
a. Jangan melakukan pekerjaan penyemprotan
pestisida bila merasa tidak sehat.
b. Jangan
mengijinkan anak-anak berada di sekitar tempat pestisida yang akan digunakan
atau mengijinkan anak-anak melakukan pekerjaan penyemprotan pestisida.
c. Catat nama
pestisida yang digunakan dan jika dapat catat juga nama bahan aktifnya. Catatan
ini penting bagi dokter bila terjadi sesuatu.
d. Pakaian dan
peralatan perlindungan sudah harus dipakai sejak persiapan penyemprotan,
misalnya ketika menakar dan mencampur pestisida.
e. Jangan masukkan rokok, makanan, dan
sebagainya ke dalam kantung pekerjaan.
f. Periksa
alat-alat aplikasi sebelum digunakan. Jangan menggunakan alat semprot yang
bocor. Kencangkan sambungan-sambungan yang sering terjadi bocor.
g. Siapkan air bersih dan sabun di dekat
tempat kerja untuk mencuci tangan dan keperluan lain.
h. Siapkan handuk kecil yang bersih dalam
kantung plastik tertutup dan dibawa ke tempat kerja.
2.
Ketika melakukan aplikasi
a. Perhatikan
arah angin. Jangan melakukan penyemprotan yang menentang arah angin keran drift
pestisida dapat membalik dan mengenai diri sendiri.
b. Jangan membawa makanan, minuman, dan rokok
dalam kantung pakaian kerja.
c. Jangan makan, minum, atau merokok selama
menyemprot atau mengaplikasikan pestisida.
d. Jangan menyeka
keringat di wajah dengan tangan, sarung tangan, atau lengan baju yang
terkontaminasi petisida untuk menghindari pestisida masuk ke mata atau mulut.
Untuk keperluan itu gunakan handuk bersih untuk menyeka keringat atau kotoran
diwajah.
e. Bila nozzle tersumbat, jangan meniup
nozzle yang terkontaminasi langsung dengan mulut.
3.
Sesudah aplikasi
a. Cuci tangan dengan sabun hingga bersih
segera sesudah pekerjaan selesai.
b. Segera mandi setelah sampai dirumah dan
ganti pakaian kerja dengan pakaian sehari-hari.
c. Jika tempat
kerja jauh dari rumah dan harus mandi dekat tempat kerja, sediakan pakaian
bersih dalam kantung plastik tertutup. Sesudah ganti pakaian, bawalah pakaian
kerja dalam kantung tersendiri.
d. Cuci pakaian kerja terpisah dari cucian
lainnya.
e. Makan, minum, atau merokok hanya dilakukan
sesudah mandi atau seketika sesudah mencuci tangan dengan sabun.
2.2. Penyuluhan
2.2.1.
Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan pertanian adalah proses
pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha agar mereka mau dan mampu
menolong serta mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar,
teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Menurut
Sastraatmadja (1993), penyuluhan pertanian didefinisikan sebagai pendidikan
nonformal yang ditujukan kepada petani dan keluarganya dengan tujuan jangka
pendek untuk mengubah perilaku termasuk sikap, tindakan dan pengetahuan ke arah
yang lebih baik, serta tujuan jangka panjang untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia. Disamping menciptakan suatu perubahan perilaku bagi
masyarakat petani, penyuluhan pertanian pun diharapkan mampu mengarahkan
wawasan berpikir dan menumbuhkan karakter sebagai bangsa yang
sedang
melakukan pembangunan.
2.2.2.Metode
Penyuluhan
Dalam Suhardiyono (1992), ada 4(empat) metode penyuluhan
menurut target orang yang menghadiri kegiatan penyuluhan. Penggolongan metode
penyuluhan ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
1.
Metode Perorangan
Metode penyuluhan ini ditujukan bagi petani
secara perorangan yang memperoleh perhatian khusus dari penyuluh. setiap petani
dikunjungi oleh penyuluh secara individu. Menurut Kartasapoetra (1994) metode
perorangan sangat efektif digunakan dalam penyuluhan karena sasaran dapat
secara langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan khusus dari penyuluh. Dari
segi jumlah sasaran yang ingin dicapai, metode ini kurang efektif karena
terbatasnya jangkauan penyuluh untuk mengunjungi dan membimbing sasaran secara
individu. Dalam Notoatmodjo (2003), pendekatan untuk metode perorangan antara
lain bimbingan dan interview (wawancara).
2.
Metode Kelompok
Kegiatan penyuluhan menggunakan metode
kelompok ini mengarahkan sasaran kegiatannya pada petani secara berkelompok
atau kelompok tani. Kegiatan inimelibatkan tatap muka secara langsung antara
penyuluh dengan kelompok tani. Metode pendekatan kelompok menurut Kartasapoetra
(1994) cukup efektif dikarenakan petani dibimbing dan diarahkan secara kelompok
untuk melakukan sesuatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerjasama.
Dalam pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat diambil, disamping dari
transfer tekhnologi informasi juga terjadinya tukar pendapat dan pengalaman
antar sasaran penyuluhan dalam kelompok yang bersangkutan. Dalam Notoatmodjo
(2003), metode pendekatan untuk kelompok besar dan kecil berbeda. Untuk
kelompok besar yaitu peserta penyuluhan lebih dari 15 orang, metode yang baik
antara lain ceramah dan seminar. Sedangkan untuk kelompok kecil, dimana peserta
penyuluhan kurang dari 15 orang dan metode yang cocok untuk kelompok ini antara
lain diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, kelompok-kelompok kecil.
3.
Metode Massa
Kegiatan penyuluhan menggunakan metode ini
mengarahkan sasaran kegiatannya kepada masyarakat tani pada umumnya. Dalam
pelaksanaan penyuluhan menggunakan metode ini , dapat terjadi tatap muka secara
langsung antara penyuluh dengan petani. Namun dapat juga tidak terjadi kontak
secara langsung antara petani dengan penyuluh karena penyuluh menggunakan media
seperti radio, televisi atau sarana komunikasi yang lain. Dipandang dari segi
penyampaian informasi metode ini cukup baik, namun terbatas hanya dapat
menimbulkan kesadaran atau keingintahuan semata. Beberapa
peneliti
menunjukkan bahwa metode pendekatan massal dapat mempercepat proses perubahan,
tetapi jarang dapat mewujudkan perubahan dalam prilaku. Menurut Notoatmodjo
(2003), metode pendekatan untuk pendidikan massa antara lain ceramah umum,
pidato melalui media elektronik, tulisan di majalah atau koran, billboard.
2.2.3.Media
Penyuluhan
Alat bantu/media adalah alat-alat yang digunakan
oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran. Sedangkan yang
dimaksud dengan media promosi kesehatan adalah alat bantu pendidikan . Disebut
media promosi kesehatan karena alat-alat tersebut merupakan saluran (channel)
untuk menyampaikan informasi kesehatan dan karena alat-alat tersebut digunakan
untukmemudahkan penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien. Sesorang
atau masyarakat di dalam proses pendidikan dapat memperoleh pengalaman/pengetahuan
melalui berbagai macam alat bantu pendidikan. Tetapi masing-masing alat
mempunyai intensitas yang berbeda-beda di dalam membantu permasalahan sesorang.
Berdasarkan fungsinya sebagai menyampaikan pesan-pesan kesehatan, media dibagi
3, yakni (Notoatmodjo, 2007):
1.
Media cetak
Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan
pesan-pesan kesehatan sangat bervariasi, antara lain seperti booklet,
leaflet, flyer, flif chart, rubric, poster, danfoto yang mengungkapkan
informasi kesehatan.
2.
Media elektronik
Media elektronik sebagai sasaran untuk
menyampaikan pesan-pesan kesehatan berbeda-beda jenisnya, seperti televisi,
radio, video, slide, dan film strip.
3.
Media papan (billboard)
Papan (billboard) yang dipasang di
tempat-tempat umum dapat berisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi
kesehatan. Media papan disini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada
lembaran seng yang ditempel pada kenderaan umum (bus dan taksi).
2.3.
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaraan, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
1.
Proses adopsi perilaku
Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo
2003 mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku
baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), yakni orang
tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yakni orang mulai tertarik
kepada stimulus.
c. Evaluation (menimbang-nimbang
baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya), hal ini berarti sikap responden
sudah lebih baik lagi.
d. Trial, orang telah mencoba perilaku
baru.
e. Adoption, subyek telah berperilaku
baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
2.
Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu (Notoatmodjo 2003):
a. Tahu (know) diartikan sebagai
mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
b. Memahami (comprehension)
diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (aplication)
diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (analysis)
adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atausuatu objek kedalam
komponen-komponennya.
e. Sintesis (synthesis)
menunjukkan kepada kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian
di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau objek.
2.4.
Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam
kehidupan sehari-hari meruapakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus social. Menurut Newcomb, sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2003).
1.
Komponen sikap
Menurut Allport (1954), sikap mempunyai 3
komponen pokok, yaitu:
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep
terhadap suatu objek.
b. Kehidupam emosional atau evaluasi terhadap
suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to
behave)
2.
Tingkatan sikap
Seperti pengetahuan, sikap juga terdiri dari
beberapa tingkatan, yaitu:
a. Menerima (receiving) diartikan bahwa
orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)
b. Merespon (responding),
memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang
diberikan merupakan suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (valuing),
mengajak orang lain untuk mengerjakan suatu mendiskusikan suatu masalah merupakan
suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung
jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala risiko adalah sikap yang paling tinggi. Pengukuran
sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat
ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.
Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis, kemudian
ditanyakan pendapat responden.
2.5.
Kerangka Konsep
2.6.
Hipotesis Penelitian
1. Ha : Ada pengaruh penyuluhan pestisida
terhadap pengetahuan petani jeruk tentang penyemprotan pestisida.
Ho : Tidak ada pengaruh penyuluhan pestisida
terhadap pengetahuan petani jeruk tentang penyemprotan pestisida.
2. Ha : Ada pengaruh penyuluhan pestisida
terhadap sikap petani jeruk tentang penyemprotan pestisida.
Ho : Tidak ada pengaruh penyuluhan pestisida
terhadap sikap petani jeruk tentang penyemprotan pestisida.
Pestisida Sintesis
Pestisida sintesis adalah pestisida yang terbuat dari zat – zat kimia yang
rumit. Dari pestisida yang telah ada, insektisida merupakan golongan yang
paling sering digunakan.Beberapa dari pestisida tersebut ada yang bersifat
kontak, pernapasan, lambung, dan sistematik . Salah satu merek pestisida yang
telah terdaftar adalah Ripcord 5 EC dengan bahan aktif sipermetrin
50g/l. Pestisida ini bersifat racun, yaitu bersifat racun pada lambung, karena
jika bagian tanaman disemprot dengan pestisida ini kemudian termakan oleh
OPT.Sehingga racun yang ada dipermukaan daun ikut termakan. Dan menyebabkan
kerusakan lingkungan. Menurut WHO paling tidak 20.000 orang per tahun meninggal
dunia akibat racun pestisida, sekitar 5.000 - 10.000 orang per tahun mengalami
dampak yang fatal, seperti kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit
liver.(Novian,2002:4)
0 komentar:
Posting Komentar