1. Kewaspadaan Terhadap Hama Penggerek Batang Padi
Perkembangan hama penggerek batang padi kali ini sangat melesat, hal ini dikarenakan hasil penelitian di Istalasi PPOPT Cianjur ditemukan penerbangan imago hama penggerek batang padi (Scirpophaga spp.). Keadaan tersebut diperkirakan akan terjadi serangan hama penggerek batang padi pada pertanamn padi MH II. Melihat keadaan tersebut, maka perlu kewaspadan agar tidak terjadi serangan hama penggerek batang padi, maka untuk mengamankan pertanaman padi MH II perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengantisipasi serangan hama tersebut antara lain: 1. Gerakan pengumpulan kelompok telur hama penggerek batang padi (Scirpophaga spp.) di persemaian, kemudian dipelihara (dimasukan) ke dalam bumbung bambu, bila yang menetas larva akan mati, sedangkan bila yang menetas parasitoid telur maka akan lepas ke lapangan.2. Melakukan eradikasi selektif (pencabutan) tanaman terserang penggerek batang padi. 3. Penggunaan pestisida efektif yang diijinkan bila serangan penggerek batang padi pada fase vegetatif (berupa sundep) mencapai lebih dari atau sama dengan 10%. Insektisida efektif yang dianjurkan diantaranya yang berbahan aktif: Bensustaf, Karbofuran, Amitraz, Fifronil, dan Dimohipo.
Upaya yang Dilakukan dalam Mengendalikan OPT Penggerek Batang Padi : Pengolahan lahan dan tanah untuk persemaian dilakukan bersamaaan agar ulat yang masih terdapat dalam tunggul jerami terbunuh. penundaan waktu sebar benih setelah puncak penerbangan selesai, pengumpulan kelompok telur dan tempatkan pada bumbung parasitoid kalau tidak memungkinkan di bunuh saja. pengaturan air di persemaian setinggi 2-5 cm. penangkapan ngengat dengan lampu yang di pasang secara serempak di atas bak berisi air dan oli bekas (perbandingan 80:1). pemasangan pias Trichogramma sp saat terjadi awal penerbangan ngengat di persemaian sebanyak 5 pias per 500m2. pemasangan pias Trichogramma sp saat ditemukan < 0,3 kelompok telur PBP per m2 pertanaman sebnayak 16 pias per hektar. penggunaan insektisida terdaftar dan diizinkan secara "spot treatment" ( hanya di tempat serangan apabila di temukan kelompok telur > 0,3 kelompok telur per m2 dan atau gejala sundep > 6%.
(Sumber informasi rekomendasi Instalasi PPOPT Cianjur dan Indramayu, dan foto https://encrypted-tbn1.google.com/images).
Pengendalian Penggerek Batang Padi Kuning PBPK (Scirpophaga incertulas, Walker) merupakan salah satu hama utama pada tanaman padi. Jenis tersebut penyebarnnya paling luas di Indonesia, dapat menyebabkan kerusakan dan kehilangan hasil serta dapat mengganggu produksi di daerah serangan. Waspadai adanya ngengat (kupu berwarna kuning jerami dengan tanda titik hitam pada sayapnya) dan kelompok telur sejak dipesemaian. Ulat penggerek makan didalam batang merusak sistem jaringan termasuk merusak titik tumbuh. Gejala serangan pada fase vegetatif disebut "sundep". Pada fase generatif ulat merusak tangkai malai sehingga terpotong menyebabkan malai menjadi hampa, gejala tersebut disebut "Beluk". Bioteknologi PBPK berkembang secara metamorfosis sempurna, dalam siklus hidupnya terdapat stadium telur, larva(ulat), pupa (kepompong) dan imago (ngengat). Untuk mencapai siklus satu generasi dibutuhkan waktu 6-7 minggu. Telur PBPK diletakkan dalam bentuk kelompok telur yang ditutupi oleh rambut haalus berwarna coklat kekuning-kuningan dan terdiri dari 50-150 butir telur. Biasanya diletakan didekat ujung helai daun. Lama stadium telur berkisar antara 100-600 butir telur yang diletakkan pada 3-5 malam. Larva berwarna putih kekuning-kuningan sampai kehijau-hijauan, terdiri dari atas 5-6 instar, panjang maksimum 25 mm. Stadium larva berkisar 28-35 hari. Larva yang baru menetes sebagian besar bergerak menuju ke bagian pucuk tanaman, kemudian menggantung dengan benang halus, terayun, kemudian berpencar. Larva menggreak kedalam batang atau menggerak langsung pada pelepah daun. Larva menggrek dalam bataang, berkembang hingga mencapai stadium pupa. Larva dapat berpindah dari satu tunas ke tunas lainnya. Imago/ngengat jantan berukuran 14 mm dan imago betina berukuran 17 mm. Imago jantan mempunyai bintik berwarna hitam/gelap yang membujur pada sayap depan. Imago betina berwarna kekuning-kuningan dengan sebuah bintik hitam dibagian tengah sayap depan. Imago aktif pada malam hari dan tertarik cahaya. jangkauan terbang dapat mencaapai radius 6- 10 km. Lama hidup imago 5-10 hari. Musuh alami Musuh alami PBPK cukup banyak, sangat berpengaruh terhadap perkembangan populasi dan serangan PBPK. Musuh alami yang diketahui efektif untuk menekan perkembangan populasi PBPK adalah parasitoid telur, antara lain: Trichogramma spp, Tetrastichus spp, dan Telenomus spp. Musim tanam dan perkembangan PBPK Dalam satu musim tanam ditemukan 3 generasi, masing-masing generasi awal (sejak pesemaian), generasi satu dan generasi dua (perusak). Perkembangan penggerek batang padi dari musim ke musim lebih banyak didukung oleh adanya pertanaman padi secara terus menerus atau singgang dan tanaman padi yang tumbuh dari gabah yang tercecer di lapang pada waktu panen. Pada musim kemarau populasi PBPK pada daerah-daerah tanam awal berpeluang lebih berkembang dibandingkan dengan daerah-daerah tanam akhir. Pengendalian Pengendalian dilaksanakan sesuai konsep PHT dengan prinsip (1) budidaya tanaman sehat, (2) pelestarian/pemanfaatan musih alami, (3) pengamatan intensif/berkala, (4) keandirian petani. Starategi pengendalian dini dengan penerapan komponen pengendalian penggerek batang padi meliputi: Pengaturan pola tanam Tanam serentak/panen serentak, Pergiliran tanaman, Pengelompokan persemaian,Pengaturan waktu tanam dengan mempertimbangkan sumber populasi. 2. Pengendalian mekanik: Penyabitan serendah mungkin pada saat panen, Penggenangan setelah panen, Pengumpulan kelompok telur, Pemerekapan ngengat dengan lampu perangkap yang dibawahnya diberi air+minyak tanah 3. Pengendalian hayati Pemanfaatan/ pelepasan parasitoid hasil pengumpulan kelopok telur pelepasan dalam jumlah besar (inundasi) parasitoid telur Trichogramma spp. hasil perbanyakan di laboratorium dengan media telur Corcyra spp Konservasi musuh alami lainnya. 4. Pengendalian kimiawi Tuntaskan pengendalian penggerek batang di pesemaian Penggunaan insektisida anjuran apabila intensitas serangan >=6%, dan parasitisme kelompok telur<> Hasil pengendalian efektif dan efisien jika dalam penggunaan insektisida memenuhi prinsip 6 tepat (jenis, dosis, konsentrasi, sasaran, waktu, dan cara aplikasi)
(Sumber Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Thn 2008)
2. Tikus (Rattus-rattus argentiventer)
:
Apabila di temukan lubang aktif dan tanda tanda keberadaan populasi
tikus pada lahan bera / sebelum tanam dan saat persemaian di lakukan
pengendalian secara gropyokan, sanitasi lingkungan, pengumpanan beracun
dan pengemposan/pengasapan. pengaturan air di persemaian 2-5cm. sanitasi
semak-semak tempat persembunyian tikus. pemagaran plastik yang di
kombinasikan dengan bubu perangkap tikus pada pertanaman muda.
Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengendalikan OPT Tikus adalah :
(1)Penangkapan tikus pada saat pra tanam melalui gropyokan dan
pengemposan sedini mungkin; (2)Penerapan teknologi Trap Barier
System(TBS); (3)Penangkapan melalui pemasangan perangkap bambu sebagai
tempat persembunyian atau dengan menggunakan jaring; (4)penggunaan
rodentisida antikoagulan hingga menjelang fase generatif;
(5)Pengendalian harus dilakukan secara terus menerus serentak meliputi
areal yang luas dan tepat cara (dengan 5 kunci sukses).
2. Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengendalikan OPT Penggerek
Batang adalah : (1) Pemanfaatan parasitoid Trichogramma japonicum,
dengan ketentuan, (a) Pada Persemaian setara 1 Ha sebanyak 4 pias, (b)
Dipertanaman sebanyak 12 pias/Ha, dengan 8 kali pemasangan; (2)
Pengumpulan kelompok telur sekaligus melepas parasitoidnya; (3)
penggunaan insektisida efektif yang dianjurkan pada spot-spot serangan
bila ditemukan gejala sundep > 5 % atau kelompok telur 3 ekor per m2,
pada fase vegetatif dan beluk > 10 %, pada fase generatif atau
kelompok telur 3 ekor per m23.
3.
(Sumber informasi rekomendasi Instalasi PPOPT Cianjur dan Indramayu,
dan foto http://bekasiterkini.com/files/contentx/3170-detail.jpg).
3. Mengenal serangan Wereng Batang Coklat pada tanaman Padi
Berdasarkan
laporan hasil pengamatan lapangan di beberapa Kabupaten di Jawa Barat
serangan WBC disebabkan oleh (1). Tersedianya varietas rentan di
lapangan (2). Penggunaan pestisida yang tidak sesuai anjuran (3). Cuaca
yang mendukung terhadap perkembangannya. Berdasarkan Informasi BMG bahwa
perkiraan hujan Bulan Januari 2012 di beberapa kabupaten di Jawa Barat
masih tinggi kisaran 229 mm-449 mm. Mengingat cuaca sangat mendukung
terhadap perkembangannnya, maka perlu diwaspadai meningkatkan
peningkatan populasi,intensitas serangan dan luar serangan , oleh karena
itu agar saudara secepatnya amengambil langkah langkah pengamanan
sebagai berikut : (a).pengamatan lebih intensif oleh petani atau petugas
nya. (b).pengeringan lahan secara berkala , yaitu 1 hari di airi, dan
3-4 hari di keringkan untuk merubah iklim mikro sekitar tanaman padi.
(c). pemanfaatan agens hayati Metarhizium sp. atau Beauveria sp.atau
pestisida nabati sesuai potensi daerah apabila populasi masih
rendah.(d).menghindarkan penanaman varietas rentan seperti ,
Cisadane,Cilamaya muncul , dan Lokal.(e).agar melaksanakan gerakan
pengendalian.(e).penggunaan insektisida yang di izinkan. dan efektif
bila populasi telah mencapai 10ek/rp pada umur tanaman kurang dari
40hst,dan 20 ek/rp pada tanaman lebih dari 40hst.(f).hindari penggunaan
pestisida bukan anjuran
Pengendalian Wereng Coklat, merupakan serangga hama tanaman padi yang penting
sejak awal tahun 1970-an. Serangga dewasa berwarna coklat, berukuran 4-5
mm. Semua stadia wereng coklat dari nimfa sampai imago menghisap cairan
jaringan tanaman. Namun yang sangat ganas adalah nimfa instar 1-3.
Gejala kerusakan, pangkal batang berwarna kuning dan pangkal batang
berwarna kehitaman. Bila parah, tanaman mengering seperti terbakar
(hopperburm)
Gagal panen (puso) dapat terjadi bila jumlah serangga lebih dari 20
ekor/rumpun. Oleh karena itu, upaya pengendalian perlu segera dilakukan
jika wereng coklat telah mencapai ampang ekonomi (4 ekor/rumpun pada
fase vegetatif dan 7 ekor/rumpun pada fase generatif). Peningkatan
populasi wereng coklat didorong oleh : (1) penanaman varietas padi
rentan, (2) penanaman padi tidak serempak, (3) penggunaan insektisida
tidak tepat (jenis, dosis, waktu, dan cara), dan (4) pemupukan tidak
sesuai kebutuhan tanaman. Selain sebagai hama, wereng coklat juga
berpereran sebagai penular penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa.
Setiap ekor wereng coklat berpotensi menularkan penyakit virus kerdil
rumput dan kerdil tanaman sakit ketanaman sehat.
Cara Pengendalian
Teknik budidaya
Tanaman varietas tahan seperti Inpar-1 sampai 10, terutama Inpari 2, 3,
dan 6.
Pelihara pesemaian dan tanaman muda agar tidak terserang wereng coklat.
Tanam padi secara serempak dalam suatu wilayah.
Gunakan pupuk sesuai kebutuhan tanaman.
Pada saat terjadi serangan, keringkan petakan sawah 3-4 hari untuk
memudahkan teknis pengendalian.
Kimiawi
Bila populasi wereng coklat sudah mencapai ambang ekonomi, semprotkan
insektisida dengan bahan aktif yang sesuai seperti bupofresin, fipronil,
amidaklorid, kabofuran, atau teametoksan.
Hayati
Agen hayati dan musuh alami perlu dikembangkan karena dapat mengurangi
potensi bahaya wereng coklat dengan biaya lebih murah.
Beauveria bassiana 6,2x1010 cfu/ml.
Ekstra nimba (Azadirachta indica).
Kerdil Rumput
Wereng Coklat juaga berperan sebagai penular penyakit kerdil rumput dan
kerdil hampa, yang dapat menimbulkan kerugian besar pada tanaman padi.
Tanaman padi yang sakit akibat tertular virus kerdil rumput dapat sama
sekali tidak menghasilkan gabah. Tanaman yang sakit kerdil rumput
umumnya mempunyai banyak anakan, tumbuhan kerdil, dan tegak seperti
rumput. Daun-daun memendek dan sempit, berwarna hijau kekuningan dan
penuh dengan bercak coklat seperti karat. Akhir-akhir ini ditemukan
gejala penyakit kerdil rumput tipe-2 berupa tanaman agak kerdil, daun
kaku berwarna kuning jingga, dan anakan sedikit.
Kerdil Hampa
Tanaman padi yang sakit kerdil hampa menjadi kerdil, daun melintir, tepi
daun bergerigi, terdapat garis-garis berwarna putih pada pelepah,
anakan bercabang, dan warna daun menjadi hijau tua. Pada suatu hamparan,
pertanaman yang tertular berat oleh kerdil hampa tampak tidak tumbuh
rata karena tinggi tanaman tidak seragam. Mulai yang terbentuk dari
tanaman sakit tidak keluar sempurna, sehingga gabah yang dihasilkan
hampa.
Cara Pengendalian
Penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa dikendalikan dengan cara memutus
hubungan antara wereng coklat dengan virus kerdil hampa dan virus
kerdil rumput dan tanaman padi.
Eradikasi tanamanpadi atau ratun yang tertular virus, dan tidak menanam
padi untuk beberpa saat (1-2 bulan) adalah cara-cara paling penting
untuk mengendalikan penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput.
Sampai saat ini belum ada varietas padi tahan kedua penyakit tersebut.
(Sumber Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan, Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan, Thn 2008)(sumber file bptph yoki)
Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengendalikan OPT WBC adalah :
(1) Pengamatan yang intensif untuk mengetahui perkembangan populasi WBC;
(2)Pemanfaatan bio pestisida yang sudah dikembangkan oleh kelompok
tani; (3) Mengatur jarak tanam dan pengairan untuk menghindari
kelembaban yang tinggi disekitar tajuk tanaman; (4) Pengendalian dengan
Insektisida efektif dilakukan apabila ditemukan populasi > 10 e/rpn
pada umur tanaman <> 40 e/rpn pada tanaman berumur > 40 hst
dengan memperhatikan 5 tepat.
(sumber
tulisan surat instalasi PPOPT wilayah V Bandung, perihal pengendalian
WBC No. 521.21/74/perek tanggal 20 Januari 2012 sumber gambar
alammendah.wardpres.com)
4. Penyakit Hawar Daun Bakteri (Kresek) dan Blast
Mengamati
kondisi lapangan saat ini terjadi peningkatan serangan penyakit Blast
dan Hawar Daun Bakteri (HDB)/Kresek di beberapa daerah yang
diperkirakan mengancam capaian sasaran produksi padi 2012. untuk itu
dilakukan ;
(1) Penyakit Blas
(Pyricularia oryzae) Pengendaliannya dapat dilakukan (a) membakar
jerami dari pertamanan padi yang terinfeksi Blas untuk mengurangi sumber
infeksi (b) tidak menggunakan benih endemis penyakit blas, karena
patogen penyakit blas dapat ditularkan melalui benih (Seed born) (c)
melakukan penggiliran varietas secara terus menerus, varietas yang tahan
blas yang ditanam secara luas dan terus menerus hanya mampu bertahan
selama beberapa musim terhadap serangan penyakit blas (d) untuk daerah
endemis hindari pemberian pupuk Nitrogen secara berlebihan karena dapat
meningkatkan kerentanan tanaman terhadap penyakit blas (e) apabila
perkembangan penyakit blas dinilai menghawatirkan dapat dikakukan
pengendalian dengan menggunakan fungisida yang efektif dan selektif.
(2) Penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB)/Kresek (Xantomonas
campestris pv.oryzae) pengendaliannya yaitu (a) sanitasi patogen dengan
membersihkan tunggul-tunggul dan jerami yang terinfeksi (b) menanam
varietas tahan (c) gunakan benih/bibit yang bebas dari penyakit HDB
dengan jarak tanam yang tidak terlalu rapat (d) apabila menggunakan
kompos jerami pastikan jerami sudah terdekomposisi sempurna sebelum
tanam (e) menggunakan pupuk Nitrogen yang sesuai anjuran.
Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengendalikan OPT Hawar Daun Bakteri /,Kresek (BLB)
adalah :
(1) Pemupukan yang lengkap dan berimbang; (2) Pengaturan jarak tanam
untuk menghindari kelembaban tinggi dan penyebaran penyakit; (3)
Melaksanakan teknologi pengairan hemat air; (4) Pada daerah kronis
sebaiknya untuk tanam berikutnya menggunakan varietas tahan seperti Way
Apoburu, Widas; (5) Penggunaan agens hayati seperti oryne bacterium.
Hawar daun bakteri adalah salah satu penyakit yang dapat menyebabkan
pertanaman padi mengalami puso. Pengendaliannya dianjurkan melalui
pergiliran varietas atau menanam varietas yang berbeda dalam satu
hamparan.
Penyakit HDB disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo).
Penyakit ini dapat menginfeksi tanaman padi mulai dari pembibitan sampai
panen. Ada dua macam gejala HDB. Gejala yang muncul pada saat tanaman
berumur kurang dari 30 hari setelah tanam, yaitu pada persemaian atau
tanaman yang baru dipindah ke lapang, disebut kresek. Gejala yang timbul
pada fase anakan sampai pemasakan disebut hawar (blight). Kerusakan
secara kuantitaif akibat penyakit ini adalah turunnya hasil panen dan
rendahnya bobot 1.000 biji, sedangkan kerusakan secara kualitatif
ditunjukan oleh tidak sempurnanya pengisian gabah mudah pecah pada saat
digiling. Kerusakan sedang berkisar antara 10-20%, sementara kerusakan
berat mencapai lebih dari 50%. Penurunan hasil padi akibat HDb umumnyya
berkisar antara 15-23%.
Perkembangan HDB
sel bakteri Xoo tumbuh dan berkembang biak sangat cepat. Pada awal
pertumbuhannya, baik pada daun padi varietas tahan maupun rentan, dalam
waktu 2-4 hari sel 104 menjadi 107 sel/ml. Selanjutnya, perkembangan Xoo
pada daun varietas tahan lebih lambat dibandingkan pada daun varietas
rentan. Hal ini merupakan dampak dari ketahanan varietas terhadap
perkembangan penyakit dilapangan. Proses pembentukan penyakit ditentukan
oleh tiga komponen yang selalu berinteraksi, yaiti patogen, inang, dan
lingkungan biotik dan abiotik. Masing-masing komponen dapat berubah
sifatnya sehingga bila satu komponen berubah maka akan mempengaruhi
tingkat keparahan penyakit. Contoh komponen inang yang dapat
mempengaruhi tingkat penularan penyakit HDB adalah tanaman terlalu muda
atau tua, tanaman sangat atau kurang tahan terhadap HDb, dan tanaman
yang memperlihatkan keseragaman genetik dalam suatu areal yang luas.
Bakteri Xoo mampu membentuk strain baru dengan cepat dilapangan sejalan
dengan perkembangan penggunaan varietas padi. Perbedaan virulensi antara
Xoo yang dikumpulkan dari beberapa daerah menunjukan kedinamisan
interaksi antara inang dan patogen, yang dapat dibedakan menjadi
varietas diferensial dipihak inang dan kelompok strain dipihak patogen.
Pergiliran Varietas
Varietas ciherang Ciherang yang dilepas pada tahun 2000 telah berkembang
luas disentra produksi padi di Jawa dan menggeser dominasi IR64 yang
dilepas pada tahun 1986. Keadaan dilapangan menunjukan bahwa ketahanan
varietas terhadap HDb selalu berubah setelah enam musim tanam. Varietas
Ciherang yang pada saat dilepas pada tahun 2000 dinyatakan HDB,
misalnya,menurun ketahanannya setelah dikembangkan secara luas. Bahkan
Ciherang sudah rentan terhadap penyakit ini sejak MT 2006/2007. Cara
yang dianjurkan untuk mengendalikan penyakit ini adalah melalui
pergiliran varietas atau menanam varietas yang berbeda dalam satu
hamparan.
(sumber surat
ditlin jakarta)
5. Pengendalian Bacterial Red Stripe
Bacterial Red Stripe (BRS)
merupakan penyakit relatif baru yang menyerang pada pertanaman padi,
yang pertama kali dideteksi pada tanggal 1 Juli 1987 di Desa Ranca
Bango, Kec. Pabuaran Kab. Subang, Jawa Barat (Mogi et al, 1987).
Penyakit ini disebut juga "hawar daun jingga" (Suparyono et al,1999).
Penyakit ini dapat menyerang semua varietas padi meskipun IR-46
diketahui paling pek dilapangan. BRS sangat berpotensi menjadi penyakit
penting pada tanaman padi, karena cepat menyebar dan mengakibatkan
kehilangan hasil yang dapat mencapai 16-72 % dengan rata-rata 46 % (Mogi
et al, 1988).
Sebagai penyakit padi baru pengenalan gejala penyakit adalah hal yang
sangat penting. Gejala awal hanya terbentuk pada daun, kadang-kadang
pada bagian atas pelepah. Gejala berbentuk bulat kecil atau bercak elips
berwarna merah kekuning-kuningan atau merah kecoklat-coklatan. Bercak
yang berukuran kecil, bekembang secara bertahap. setelah diameter
mencapai 3-5 mm, bercak garis berkembang dengan cepat kebagian atas daun
dengan warna dan luas bercak sama dengan bercak awal. Pada stadia
keluar mulai bercak berkembang pada bagian daun yang lebih atas dan daun
bendera. Kadang-kadang gejala muncul pada pelepah daun, sedangkan malai
maupun biji tidak terlihat adanya gejala. Organisme penyebab penyakit
tersebut adalah Pseudomonas sp.
BRS telah meluas penyebarannya di Indonesia, telah ditemukan terutama di
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Bali dan Kalimantan Selatan. di Vietnam selatan dan Utara (Bui van ICH,
1990, komunikasi pribadi).
Keadaan ini menunjukan bahwa penyakit BRS perlu diperhitungkan sebagai
penyakit padi yang dapat menyebabkan kehilangan hasil padi dan kerugian.
usaha-usaha pengendalian yang efektif untuk menekan kerugian akibat
serangan BRS. Faktor yang mendukung/menghambat perkembangan BRS,
meliputi semua faktor yang terkait dengan perkembangan patogen, faktor
lingkungan dan toleransi varietas, serta pengaruh perlakuan petani dalam
budidaya tanaman. Untuk itu semua faktor yang terkait perlu dipelajari
dengan sebaik-baiknya untuk mendapatkan hasil pengendalian yang optimal.
Pengaruh iklim terhadap perkembangan BRS
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan BRs antara
lain : a) Suhu tinggi diatas 30 o C akan memacu perkembangan penyakit
ini, b) Kelembaban yang tinggi pada kanopi daun dapat mempercepat
penyebaran BRS, c) Curah hujan yang berat dapat menghambat perkembangan
penyakit, d) Pupuk nitrogen yang berlebihan dan penggunaan pupuk yang
tidak berimbang, dan e) Kontaminasi patogen yang tinggi pada benih.
secara umum pada musim kemarau BRS lebih cepat muncul dibandingkan pada
musim hujan. Pada musim kemarau gejala awal BRS sudah mulai muncul pada
umur 7 MST (49 HST) dan berkembang dengan cepat ke rupmpun lain sampai
umur 10 MSt (70 HST). Sehingga hanya dalam waktu 3 minggu gejala BRS
telah merata, sedangkan pada umur ini tanaman sedang memasuki masa
pengisian bulir. Pada musim hujan gejala awal BRS baru muncul pada 13
MST (91HST), pada waktu ini pengisian bulir telah selesai dan tinggal
pemasakan saja.
Infeksi BRS yang lebih awal, dan terutama saat tanaman sedang memasuki
masa pengisian bulir akan mempengaruhi kehilangan hasil.
Pengaruh pemupukan
Pemupukan mutlak diperlukan untuk bercocok tanam padi untuk meningkatkan
produktivitas, tetapi apabila aplikasi berlebihan, tanaman menjadi
lebih rentan terhadap perkembangan patogen penyakit.
Beberapa jenis pupuk yang digunakan secara tunggal maupun secara
gabbungan, menunjukan perbedaan perkembangan BRS. Perkembangan gejala
BRS dengan berbagai perlakuan pemupukan, yaitu nitrogen (Urea), Phosphat
(TSP) dan Potasium Pemberian Nitrogen (Urea) yang berlebihan ternyata
menunjukan perkembangan penyakit yang paling cepat dibandingkan dengan
perlakuan pemupukan yang lai.
Jenis Varietas Padi
Sampai saat ini nampaknya belum ada varietas padi yang tahan terhadap
BRS. Khususnya yang ditanam pada musim kemarau, tetapi agak toleran pada
musim penghujan, sedangkan jenis padi hibrida menunjukan reaksi yang
rentan baik pada musim hujan maupun musim kemarau.
USAHA PENGENDALIAN
BRS merupakan penyakit yang relatf baru pada tanaman padi, yang
berpotensi mengakibatkan kerugian. Usaha pengendalian perlu dilkukan
agar kehilangan hasil dan kerugian petani dapat ditekan. Pengetahuan
tentang organisme penyebab penyakit, pengenalan gejala serangan, gejala
awal, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan penyakit, dan
teknologi pengendaliannya perlu diketahui.
Beberapa cara pengendalian yang dianjurkan adalah :
Persiapan : melakukan pemilihan benih yang sehat
Menggunakan benih unggul bermutu, bersertifikat, tidak menggunakan benih
yang berasal dari sawah yang terserang BRS.
Seleksi benih dengan menggunakan larutan garam
2. Masa pertumbuhan jarak tanam : menerapkan budidaya tanaman sehat, dan
teknologi lainnya sesuai dengan kondisi setempat.
Pengaturan jarak tanam legowo 2:1, agar kelembaban pada kanopi daun
relatif,
Penggunaan pupuk KCl untuk meningkatkan kekekaran tanaman sehingga dapat
mengurangi intensitas serangan BRS,
Penggunaan/pemanfaatan agens hayati bakteri antagonis antara lain
Pseudomonas fluorescens, dan Corynebacterium,
Didaerah endemis, menggunakan pestisida efektif sesuai anjuran
(terdaftar dan diijinkan),
Pengelolaan pengairan (secara intermitten) untuk mengurangi kelembaban,
perakaran baik.
3. Masa panen;menentukan pemilihan benih sehat, yaitu dari daerah yang
tidak terserang penyakit.
(Sumber Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan, Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan, Thn 2008)
(Sumber Instalasi PPOPT Jawa Barat )
7. Hama Putih: a.
Pengamatan secara berkala, b. Melakukan sanitasi lingkungan dan
pengatura drainase dengan pengeringan lahan selama beberapa hari (3 s/d 4
hari), c. Penggunaan Insektisida efektif diijinkan, bila intensitas
kerusakan telah mencapai sama atau lebih dari 25%. Insektisida efektif
yang dianjurkan diantaranya yang berbahan aktif: BPMC, Bensultaf, MIPC,
Karbofuran dan tebufenosida.
8. Walangsangit: a.
Pengamatan mingguan secara berkala, b. Melakukan sanitasi lingkungan,
c. Melakukan pengendalian dengan umpan terasi, bangkai atau pemasangan
lampu perangkap (lampu patromak atau listrik) untuk menangkap hama
walangsangit yang dikombinasikan dengan perbandingan 40:1, d. Penggunaan
insektisida efektif yang diijinkan bila populasi walangsangit lebih
dari 5 ekor per m2 pada saat premordia sampai dengan berbunga, atau 10
ekor per m2 pada saat bulir padi matang susu, insektisida efektif yang
dianjurkan antara lain berbahan aktif, Bensultaf, BPMC, MIPC.
0 komentar:
Posting Komentar